Pemerintah memberikan respon atas terbitnya kajian mengenai
kandungan dioxin pada tahu dan telur ayam di Jawa Timur, sebagai dampak
dari penggunaan bahan bakar produksi menggunakan sampah limbah plastik
impor.
Menteri LHK Siti Nurbaya menegaskan
persoalan sampah dan limbah plastik impor selama ini telah mendapat
perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo, karena berkaitan dengan
kualitas hidup manusia Indonesia dari generasi ke generasi yang wajib
dijaga.
Sampah impor plastik selama puluhan
tahun telah masuk melalui celah impor bahan baku kertas dan scrap
plastik untuk industri. Upaya penyeludupan ini jelas melanggar UU Nomor
18 tahun 2008 dan UU Nomor 32 tahun 2009. Oleh karena itu KLHK bertindak
tegas dengan mengembalikan atau re-ekspor sampah ke negara asal.
”Soal
sampah yang diseludupkan bukan hanya soal melanggar UU, tapi juga
mengancam generasi bangsa. Bapak Presiden sangat menaruh perhatian soal
ini, beliau memikirkan lebih dari sekedar soal pelanggaran UU saja,”
kata Menteri Siti Nurbaya dalam pernyataannya pada media, Senin
(25/11/2019).
Tim dari Direktorat Jenderal
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK
sudah diperintahkan untuk terus meningkatkan pengawasan di lapangan.
Hasilnya,
dari 2.194 kontainer yang masuk ke Indonesia, KLHK sudah kirim balik
(re-ekspor) 883 kontainer ke negara asal. Selain itu dilakukan perbaikan
regulasi, dan terus dilakukan pengawasan yang ketat.
Akhir
pekan lalu, Tim KLHK bersama para ahli juga turun langsung ke Desa
Bangun, Mojokerto, dan Desa Tropodo, Sidoarjo. Turut bersama tim KLHK
para peneliti dari BPPT, Fakultas Teknis Kimia ITS, Universitas
Airlangga dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo.
”Saya
minta bantuan para ahli untuk melakukan riset di dua desa tersebut.
Khususnya untuk isu dioxin yang sudah meresahkan masyarakat. Kita lihat
nanti kebenarannya dari hasil studi,” tegas Siti Nurbaya.
Persoalan
penggunaan sampah limpah plastik impor sudah berlangsung sejak lama di
lokasi ini, karena harganya yang lebih murah. Karena itu pemerintah akan
menyiapkan langkah-langkah, tidak hanya soal sampah, tapi juga dampak
sosial ekonomi masyarakat setempat.
”Semuanya
akan didalami secara akademik. Termasuk soal dampak pembakaran. Saya
juga ingin mengetahui hasil studi yang menyebutkan bahwa ada dioxin
dalam telur ayam. Kita akan lihat semua hasil studinya nanti,” kata
Menteri Siti.
Pihaknya akan terus memberikan
pendampingan masyarakat, terutama untuk mengubah kebiasaan menggunakan
sampah limbah plastik impor sebagai bahan bakar.
Saat
kunjungan tim ke lokasi, jumlah tumpukan sampah plastik untuk bahan
bakar sudah berkurang dibandingkan dengan kondisi pada bulan Juli 2019
lalu. Ditengarai pasokan sampah ini berkurang karena langkah re-ekspor,
perubahan regulasi, serta pengawasan yang semakin ketat oleh Pemerintah.
Pengusaha UMKM juga menyadari bahwa bahan bakar dari sampah plastik tersebut berdampak pada lingkungan dan masyarakat.
Para
pelaku usaha mengaku siap beralih dari bahan bakar sampah plastik
menjadi bahan bakar kayu atau alternatif lainnya. Terlebih lagi sudah
ada penggunaan insinerator yang teknologi-nya sudah ramah lingkungan.
Pemerintah
akan mempelajari ini, termasuk bila harus memberikan dukungan fasilitas
oleh bagi industri UMKM. Dukungan fasilitas ini bisa dari KLHK,
Kementerian Perindustrian, KemenKopUMKM, atau bahkan dari Pemda.
”Semuanya
bisa membantu, yang penting industri masyarakat tetap harus berjalan
baik dengan tetap ramah lingkungan,” kata Menteri Siti.
Untuk
mengatasi masalah sampah yang masih menjadi persoalan di tengah
masyarakat, pemerintah terus melakukan pengelolaan, salah satunya dengan
menerapkan prinsip 3R (reuse, reduce, dan recycle).
”Pemerintah
dan Pemda bekerja serius untuk itu. Saya juga tau bahwa dukungan
masyarakat dan para aktivis terkait sampah cukup besar. Ini menjadi
modal kekuatan kita menyelesaikan masalah sampah,” katanya.(*)
2019-11-02